Senin, 27 Februari 2012

Makhluk Kecil di Jendela Kelas

Dua makhluk kecil menerobos masuk ketika aku asyik dengan pekerjaanku disudut ruangan, samping pintu kelas. Semula aku tidak menyadari kehadiran dua burung gereja itu. Beberapa lama kemudian, aku baru sadar ada dua makhluk lain yang ikut belajar ketika kulihat seekor burung keluar lagi dari kelas dengan siulannya yang keras, seolah berteriak "maaf aku pergi..." atau apapun itu karena aku tidak mengerti bahasa burung. Kemudian ku arahkan pandanganku ke sana, ke tempat burung lainnya tinggal. Sendiri. Tapi nampak gelisah. Gerakannya maju mundur, bolak-balik diantara besi penghalang di jendela itu. Samar-samar kudengar siulannya, mungkin membalas teriakan pasangan yang baru saja pergi meninggalkannya. "jangan pergi.." sekali lagi, aku tidak tahu apakah tebakanku benar atau tidak, karena aku tidak mengerti bahasa burung.


Mataku masih terpaku ke arah sana, menatap burung yang gelisah itu. Bolak-balik tak tentu dengan meracau tak jelas. Kenapa tidak pergi saja dari sana? Bukankah masih ada ruang untuk ia melepaskan diri? Dan menyusul yang telah pergi meninggalkannya, bukan malah diam dan bertingkah seolah ia makhluk paling depresi didunia?
Kuamati lagi, kali ini agak lama. Yang kemudian terlintas di benakku adalah... burung itu terlalu lelah untuk pergi, menyusul pasangan yang dengan tega meninggalkannya sendiri. Atau mungkin dia hanya menunggu pasangannya itu kembali menjemput, karena sayapnya sudah sangat rapuh untuk terbang kembali setelah lama (mungkin) ia setia mengikutinya? Maka dia memilih diam dan menunggu takdir apa yang akan terjadi padanya nanti.

Konsentrasiku buyar. Rasanya aku ingin segera menumpahkan cerita tentang burung itu di sini. Bukankah kejadian itu tidak jauh beda dengan ceritaku? Awalnya aku tidak menyadari adanya kehadiranmu, dan kemudian kita merangkai cerita. Cerita yang mengalir seperti air. Kuikuti arahnya, kuikuti hatimu! Sampai akhirnya kamu pergi... pergi meninggalkan aku dengan sejuta jejak yang tertinggal, dan aku sudah terlalu lelah untuk menyusulmu, karena mungkin memang sudah tidak berguna lagi. Aku hanya bisa diam ditempat dengan hati yang masih sama seperti dulu dan sikap yang tak ubahnya seperti makhluk ter 'desperate' karena kehilangan jejakmu, aku hanya mampu menunggu takdir memanggilku. Padahal aku tahu dunia ini masih luas untuk dapat segera menghapus jejakmu.

Lalu, masih dengan ceracaunya yang tidak kumengerti, salah seorang temanku akhirnya mengambil burung itu dengan hati-hati. Setelah lepas dari besi pembatas dijendela itu, ia melepasnya dan burung gereja itu terbang dengan perlahan. Mungkin dengan seperti itu, dia akan bisa melebarkan sayapnya, terbang dengan tegar, dan menemukan burung lain sebagai pengganti yang telah pergi. Masih sama sepertiku, takdir mengukir cerita lain dihidupku. Seseorang telah meraihku, menyapa hatiku dengan sikap halusnya, dan mungkin inilah cara agar aku bisa terlepas dari beban masa laluku :)

Burung itu aku, sayapnya adalah hatiku. Dan kejadian tadi mengingatkanku pada sesuatu yang sudah lalu. Tapi biarlah, semoga aku dapat menjalani yang baru. Seperti sayap luka yang baru tersembuhkan, aku akan mencoba mengepakkannya lebih kuat. Agar bisa kujangkau langit tertinggi, masa depanku :)
Untukmu,
Makhluk kecil di jendela kelas
Senin, 27 Februari 2012
Ruang A.2.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar