Sabtu, 14 Januari 2012

Kepadamu Gerimis, Ini Cinta Pertamaku

Aku berharap malam ini gerimis tidak berhenti. Semoga!
Biarkan dia menemaniku mengenang sesuatu tentangmu, tentang apa yang pernah kau gariskan dalam hariku. Coba lihat, indah bukan? Tetes-tetes air hujan itu... dulu aku bersamamu, terjebak gerimis diantara perkebunan teh yang menghampar luas di sisi kanan dan kiri. Kamu memberikan jaket tebalmu padaku waktu itu, empat tahun lalu. Lalu sekarang, ke mana semua cerita itu?


"Kepadamu, gerimis.. biarkan aku menceritakan sebuah kisah. tentangku, tentang sesuatu 'yang pernah' bermakna bagi hari-hariku ; Kamu tahu gerimis, apa yang membuatku sangat menyukaimu hingga saat ini? Sebuah cerita pendek. Bukan kisah yang menarik, tapi berkesan dalam bagiku. Sore itu aku dan dia, juga perkebunan teh yang menjadi saksi. Pertengahan Oktober 2007. Pertama kalinya dalam hidupku aku merasa bahagia, luar biasa bahagia. Bersamanya. Disana, ditempat itu, ditengah gerimis."



2007
Orang bilang ini cinta monyet. Karena umurku saat itu masih 15 tahun. Tapi aku tidak peduli, karena bagiku asal sudah melihat wajahnya saja aku sudah merasa menjadi sosok yang sempurna. Dan asal mendengar suaranya saja, aku sudah merasa lega. Dia.. kakak kelasku, usianya terpaut 6 tahun denganku. Tapi entah bagaimana mulanya aku bisa begitu merasa gembira tiap kali aku bertemu dengannya, padahal sebelum ini kami bertemu nyaris setiap hari.
Padanya, pada sosok itu, sosok penyabar yang setia mendengar kecerewetanku. Cerewet. Ya, aku si cerewet. Sakitku, kesalku, kecewaku, kutumpahkan semua padanya. Dan apa? Tidak sekalipun dia mengeluh, menghindar, menjauh dan itu membuatku semakin merasa nyaman dengannya. Semakin merasa bahwa aku... menyukainya??
Suka. Suka. Suka.
Semakin hari pertanyaan itu membuatku gelisah. Dan semakin gelisah ketika suatu malam aku membaca tumpukan SMS-nya yang tersimpan di HP-ku (sejak pertama aku dekat dengannya, tidak satupun SMS darinya kuhapus). Malam itu.. ya, malam itu aku memberanikan diri menghilangkan kegelisahanku dengan mengatakan "Aku Menyukaimu"

April 2007
Walaupun sikapnya tidak berubah padaku, tapi aku merasakan sesuatu yang menyentak hatiku. Sesuatu yang lain, selain perasaan gembira setiap kali aku melihat wajah atau mendengar suaranya. Uh, apa lagi ini? Bingung aku pada diriku sendiri, apalagi ketika mendengar dia berkata, "kamu.. gadis paling cerewet yang pernah aku kenal. Sebelumnya aku gak pernah sampe sebingung ini buat ngasih pendapat. Tapi gak apa-apa, seneng banget aku bisa punya adik se-cerewet kamu. Aku ngerti apa yang lagi kamu rasain sekarang, tapi mungkin kamu salah orang. Masak suka sama cowok setua ini? Oke, aku ralat. Kamu memang gak salah, tapi gak mungkin juga kalau hubungan kita lebih dari adik-kakak. Kamu masih tetep bisa cerita, dan jadi adikku yang paling cerewet, tapi untuk lebih dari itu, maaf.." masih bisa? Kenapa tiba-tiba aku merasa sedih mendengar kalimat itu? Apa suatu hari nanti aku tak akan bisa menjadi.. dekat dengannya lagi? Lalu apa makna kata maaf-nya? Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang aneh, sebuah perasaan yang berkata bahwa.. dia akan meninggalkanku, meninggalkanku dengan sejuta harapanku tentangnya.

Oktober 2007
Aku menghela napas panjang, memandang hijaunya perkebunan teh yang membentang dihadapanku sambil tersenyum lebar. Senyum termanis yang aku miliki. Tak peduli betapa beberapa bulan ini aku sering sekali menangis. Menangisinya yang mulai menjauh dariku. Juga perasaan "galau" sejak aku mendengar kata "masih & maaf-nya" saat itu. Walaupun sikapnya sama sekali tidak berubah, tapi aku merasakan perasaan yang lain dengan sebelum aku mengatakan perasaanku padanya. Aku merasa dia menjauh. Dia berbeda, atau itu hanya perasaanku saja?
Dan ditempat ini, segala perasaan itu luluh seketika. Ternyata dia tetap sama dengan segala sikap sabarnya akan aku. Ini kali pertama dia mengajakku pergi. Ke sebuah danau, perkebunan teh, hutan, dan gua serta air terjun. Menghabiskan waktu bersamanya, aku merasa seperti terlahir kembali setelah berbulan-bulan lalu aku jatuh dalam perasaanku sendiri.
Lama kami disana. Dia berhasil meyakinkanku bahwa dia tetap menjadi pendengar setia yang akan selalu mendengarkan keluhku. Aku... bahagia. Sangaaat bahagia hingga akhirnya hujan menderas saat kami pulang. Sebelum menaiki motornya, dia sempat melempar jaket tebal berwarna biru tua padaku, jaket yang dikenakannya tadi.
"Pake ini," serunya sambil menyalakan mesin motor. Aku melongo, menatapnya yang hanya mengenakan kaus tipis berwarna biru muda. Aku tak sempat berkata ketika dia menoleh ke arahku dan tersenyum, "maaf aku sering bikin kamu marah ya. Aku bingung gimana caranya biar aku gak bikin kamu sakit hati. Kamu tau, aku seneng punya adik secerewet kamu. Tapi.. engng, yang penting kamu tau sekarang, aku sayang kamu. Sekarang kita pergi ya, kita ketemu seseorang," hujan berganti gerimis. Membasahi bumi juga hatiku yang kembali dibuat senang olehnya. Aku menyerap kata demi kata yang diucapkannya barusan. Berarti sikapnya selama ini, yang selalu setia mendengarku, adalah cara yang ia gunakan agar tidak membuat aku marah padanya. Dia berusaha menjaga perasaanku.

2008
Aku baru sadar bahwa pertemuan di perkebunan teh itu adalah pertemuan terakhirku dengannya. Bukan karena kami berpisah, tapi aku yang memutuskan untuk tidak lagi bertemu dengannya, walaupun jarak rumah kami berdekatan. Oktober lalu, saat dia mengajakku pulang, dia membawaku pada sebuah tempat, memperkenalkanku pada seorang gadis setahun diatasku. gadis cantik, yang ternyata adalah seseorang yang paling bermakna bagi hidupnya. Saat itu, aku merasa kepalaku bagai ditimpa sejuta jarum tajam. Menusukku secara sadis, sakit rasanya. Saat itu aku belum mengerti betul apa itu luka, apa itu sakit.
Tahun ini aku masuk ke sebuah Sekolah Menengah kejuruan dan bertemu banyak teman dengan berbagai pengalaman baru, dan barulah aku mengerti. Itulah patah hati meskipun nyatanya perasaanku padanya tetap sama. Aku merindukannya. Amat sangat merindukannya. Rindu bercerita padanya, rindu marah-marah padanya, rindu gerimis bersamanya, rindu perkebunan teh itu, dan aku kehilangan!


2009
Satu tahun lebih, perasaan kehilangan itu tak kunjung hilang. Kami sudah hilang komunikasi sejak aku berkenalan dengan gadisnya. Tapi anehnya, kini aku malah didekatkan dengan gadis itu. Walaupun tidak secara langsung, tapi dia baik padaku, menganggapku adiknya, sekalipun dia tahu bahwa aku pernah, bahkan masih menyimpan perasaan pada orang yang sama berarti baginya.
Aku tak ingin berhubungan jauh dengan gadis itu karena bagiku, hal itu hanya akan mengingatkanku padanya. Akupun menjauh secara perlahan.
Setiap kamu turun, gerimis, entah kenapa bayangannya selalu masuk ke kepalaku. Memaksaku untuk memutar otak, mengingat hal-hal apa saja yang pernah kuceritakan padanya, mengingat betapa sabarnya dia menghadapi kecerewetanku.
Gerimis, kamu tahu? Sekarang aku tidak lagi seperti saat dekat dengannya. Setiap mengingat hal itu, aku semakin tidak ingin bercerita mengenai apapun terhadap siapapun. Aku hanya ingin bercerita padanya, pada dia yang telah pergi membawa sejuta kenangan dihatiku. Pergi dengan ceritanya sendiri. Kata-katanya saat itu 'masak suka sama cowok setua ini?' menusuk sisi lain hatiku. Lalu gadis itu? Bukankah ia seumur denganku, yah.. maksudku, hanya terpaut setahun denganku??
Tidak adil! Aku merasa dunia tidak adil, dan itu menyeretku pada sebuah kerinduan lain disini, dibatinku.

2010
Gerimis, kamu masih menjadi satu-satunya obat yang kutelan ketika rindu itu tiba-tiba menyergap. Tidak ada orang lain yang masuk ke dalam hidupku lagi, karena kebetulan aku bersekolah disekolah Kejuruan dengan teman sekelas yang perempuan semua. Sempat aku berkenalan dengan beberapa orang, mencoba membuka hati, menata hidup baru karena mereka, teman dekatku berusaha meyakini 'jalanku masih panjang, bukan dia satu-satunya orang yang bisa membuatku bahagia. Bukan dia satu-satunya orang yang harus kupikirkan, karena dengan atau tanpanya, hidupku akan terus berjalan. Lagipula, itu hanya cinta pertamaku yang lama-kelamaan pasti akan berlalu, dengan cara dan jalan yang tidak kuduga. jangan pikirkan orang yang tidak pernah memikirkanku!" memang benar apa kata mereka. Hidupku terus berjalan tanpanya. Sekarang aku benar-benar menjauh.
Syukur aku jarang dipertemukan dengannya, meski masih sesekali bertemu dan jika aku melihatnya, aku  malah jadi malu sendiri. Ah, bukan malu! Tapi kesal. Sebal. Benci. Kutundukkan kepalaku jika aku menatap wajahnya. Wajah itu yang selalu meneduhkanku, dulu. Wajah itu yang selalu membuatku senang, dulu. Dan wajah itu pula yang menyeretku menjadi aku yang sekarang, yang tidak secerewet dulu, yang tidak seterbuka dulu. Yang tetap sama hanyalah kamu, gerimis itu. Yang tak berubah hanyalah obat rinduku itu. GERIMIS.

2011
Kuliah? secepat inikah waktu berlalu?
Aku sudah kuliah sekarang. Tapi belum juga menemukan sosok sepertinya, yang mampu membawa perubahan dalam hidupku. Yang bisa membuatku senang dan mampu membuatku tenang sampai aku bertemu dengan seseorang yang lain secara tidak sengaja dan aku mulai merangkai cerita baru dengan orang itu. Mencoba buka hati dan melupakan semuanya. Tapi itu tetap tidak membawa perubahan apapun. Aku tidak bisa lagi menjadi secerewet dulu, seperti apa yang dia inginkan dariku. 3 tahun telah mengubah aku. Aku bukan lagi si gadis cerewet. Aku bukan lagi aku yang secerewet dulu. Kenapa terlalu lama aku terpuruk dengan keadaan? Apa memang selalu begini akhir dari kisah cinta pertama? Apa oranglain juga mengalami hal sepertiku?
Gerimis, perubahanku bukan hanya kurasakan ketika aku memutuskan untuk membuka hati pada sosok yang baru, hal itu ternyata juga berpengaruh pada sikapku terhadap teman-teman. Tidk seperti mereka yang selalu bisa menceritakan apa yang membuat mereka gelisah, sedih, marah, kecewa, gembira, bahagia, aku malah menelan semuanya sendiri saja. Karena hanya padanya lah dulu aku mampu menumpahkan semua. Tapi sekarang? Sosok itu menjauh pergi, menghilang perlahan.

2012
Hari pertama tahun 2012. Sudah 3 hari gerimis turun. Tapi entah mengapa malam ini aku merasakan rindu yang amat sangat terhadapnya. Ditemani gerimis aku menulis ini. Entah ada apa, tiba-tiba aku ingin bercerita, ingin menumpahkan semuanya. Masih adakah perasan itu? Semoga tidak. Empat tahun telah cukup bagiku menelan semuanya. Merasakan indah dan getirnya cinta pertama. Padamu gerimis, kutitipkan salam rindu ini padanya. Semoga dia yang telah jauh disana tersenyum dengan kebahagiaannya, semoga jika suatu saat nanti aku benar-benar telah menemukan cinta terakhirku, aku dapat segera melupakannya sebagai sosok yang pernah kubanggakan,. tapi tidak sekarang karena aku masih merindukannya juga. Gerimis, sampaikan. Aku menyayanginya, tapi tidak akan pernah menunggunya.

Ternyata aku mampu bercerita lagi. Bukan pada sosok itu, bukan terhadap oranglain. Mungkin aku tak akan menjadi gadis cerewet lagi pada kehidupan nyataku. Tapi disini, aku mampu membawa diriku menjadi si cerewet. Yang dulu pernah membanggakanmu. Gerimis ini ternyata mengerti aku. Dia tidak pergi sampai aku selesai menulis. Lega sudah. hari pertama ditahun baru, aku mencoba menghapus jejakmu. Tak apa, kan? Tapi tenang, kenangan itu tak akan pernah berubah, tak akan pernah menghilang. Karena bagaimanapun, gerimis tak akan pernah berubah. Sampai kapanpun, ia tak akan pernah meninggalkanku seperti kamu!

Gerimis, jangan berhenti sampai aku terlelap ya. Temani aku tidur. Mungkin besok bayangannya sudah menghilang ketika aku bangun. Cinta pertamaku, bukan berarti harus jadi cinta terakhirku. itukah yang selalu ingin kamu sampaikan padaku, tapi aku tidak menyadarinya? Oh, aku tak tahu dan biarkan saja. Tahun ini, rasanya aku harus benar-benar menghilangkannya dari kepalaku meski aku tahu itu sulit. Tapi aku yakin aku bisa. Baiklah gerimis, terimakasih sudah menemaniku. mendengar kisah cinta pertamaku. Aku mengantuk. Ingat ya, jangan pergi sebelum aku tertidur. Selamat malam.

2 komentar:

  1. hmm ini cerita nya di ambil dr pengalaman pribadi yahh?? hehehe... asa tau da orangnya hehehe. bagus bagus.. lanjutkaan :D

    BalasHapus
  2. aih maceee, sok tau ah. hahaha
    orang cuma ngarang aja ni ma yey. wkwkwk :p

    BalasHapus