Kamis, 11 Oktober 2012

Salah Pada Awalnya


"Kyara. Denger. Aku kakak kamu. Kamu lebih percaya cowok itu daripada aku?" aku membentak, mencekal pergelangan tangan Kya yang terus merengek meminta aku melepaskannya. Tapi aku tak peduli, aku terus memaksa Kya untuk tetap dirumah, tidak menemui cowok itu. Apalagi secara tidak sengaja aku mendengar percakapan itu ditepi jalan saat aku pulang kuliah.
"Kakak cuma cemburu. Itu aja. Alasan Kakak nggak cukup kuat untuk buat aku lepas dari dia. Dia nggak pernah bikin aku sakit hati atau apalah itu. "
"Belum sekarang! Nanti. Nanti kamu pasti.."
"Itu cuma alibi! Kakak masih suka, kan, sama Ragil?!" Kya memotong kalimat dan mengibaskan tanganku kasar. Nadanya terdengar seolah ia ingin membalas atas apa yang pernah aku lakukan padanya. Dan aku memang menyesal telah berlaku seperti itu padanya, terlebih lagi, menyesal karena...
Kya membetulkan baju dan mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai. Sekali lagi mematut diri didepan cermin sebelum ia pergi dengan membanting pintu. Aku hanya membuang napas cemas. Pikiranku melayang lagi pada insiden itu.

***



Semua berawal dari pertemuan kami dengan cowok bernama Ragil. Cowok tampan yang mampu menghipnotis aku dan Kya, bahkan hanya dalam sekali menatapnya. Kami bertemu dengannya disebuah swalayan. Ia tengah memilih sayuran saat itu. Terlihat kalem dengan senyum yang selalu merekah dibibirnya. Aku tertarik! Bukan hanya aku, Kya juga. Lucunya, kami berdua tak lepas memandangi cowok itu. Terus-terusan, sampai-sampai lupa apa tujuan kami datang ke swalayan ini. Dasar gila!
Si cowok yang sadar kami terus memperhatikan dengan memasang wajah "tertarik" kemudian mendekat. Menyalami aku dan Kya tanpa basa-basi.
"Ragil!" katanya, seraya menaikkan sebelah alis, mengulurkan tangannya padaku dan Kya bergantian. Detik berikutnya, tangannya gesit menuliskan sesuatu pada secarik kertas. Selesai menulis, ia menyerahkannya padaku. Sederetan angka tertera disana, lalu chao! pergi setelah mengedipkan mata kanannya.

Sebulan setelah pertemuan kami diswalayan itu, aku bersaing terang-terangan dengan Kya, untuk mendapatkan perhatian Ragil. Mengirimi cowok itu SMS setiap malam, yang langsung dibalas dengan telpon. Kadang aku tertawa mengejek jika Ragil meneleponku, sementara Kya memberengut sirik disampingku. Tapi aku tidak peduli. Aku terlanjur terhipnotis dengan Ragil. Aneh, kan? Ragil lebih memilih aku dibanding Kya.
Sampai suatu hari ia mengajakku bertemu, menyatakan perasaannya. Aku kaget, tentu saja. Ini kali kedua kami bertemu. Rasanyaa.. Ah, tapi memangnya kenapa? Aku saja langsung menyukainya saat pertama kali melihat. Lagipula, dengan ini aku bisa membuktikan pada Kya bahwa akulah pemenangnya. Yang berhasil menarik perhatian Ragil, lebih dulu. Entah darimana datangnya pikiran jahat itu.
Seminggu, dua minggu, tiga minggu. Aku menjalaninya dengan Ragil. Tak ada yang aneh. Ragil selalu tampil sebagai cowok care yang selalu memperhatikan aku. Senyumnya selalu menghiburku sampai suatu ketika, dibulan kedua kedekatan kami, sesuatu darinya menampar-nampar perasaanku. Menusuk ulu hati tanpa perasaan, membuatku menyesal pernah mengenal dan menyukainya.
Dia meneleponku suatu malam, mengatakan padaku bahwa ia sakit dan ingin aku membawakannya sup jagung, makanan favoritnya. Dengan tanpa rasa curiga aku melakukannya, membuatkan sup itu dan membawa ke tempat kost-nya. Kya sempat mencibir melihat aku grasak-grusuk bongkar lemari es demi membuatkan Ragil sup jagung. Masih kesal karena Ragil malah memilih aku, padahal iapun mendekati Ragil dengan cara yang sama denganku.
Setibanya disana, aku dikagetkan dengan kenyataan bahwa keadaan Ragil kontras dengan apa yang dikatakannya padaku. Sehat, bahkan tawa kerasnya terdengar ketika aku sampai didepan gerbang kost-nya. Kamarnya terlihat ramai.
Aku masih sempat berpikir positif. Mungkin teman-teman kampusnya menjenguk, dan kuteruskan langkahku.
Bau alkohol langsung menusuk hidung. Kepulan asap menggangu mata dan pernapasanku. Aku tercekat. Demi apapun, aku berani bersumpah. Ini pertama kalinya aku mencium aroma yang membuat perutku mual itu. Ragil tersenyum sok polos, tanpa dosa.Wajah innocent-nya membuatku curiga.
"Safira, udah datang?" tanyanya sambil menghisap rokok dan mengepulkan asapnya. Tangan kananya menepuk lantai, menyuruhku duduk disampingnya. Aku masih tidak percaya. Sebelumnya bahkan aku yakin bahwa cowok seperti Ragil tidak akan melakukan hal-hal seperti yang kulihat saat ini.
"Jadi ini, cewek baru yang naksir elo itu?" suara berat seorang cowok menenggelamkan suaraku. Aku tak dapat berkata. Jikapun bisa, entah apa yang akan kukatakan saat ini.
"Astaga! Selera lo kok jatuh banget Gil? Kalo dibandingin sama Sarah, jauh kemana-mana!" tawa keras menggema diseluruh ruangan. Aku terkesiap. Harga diriku terinjak-injak. Airmata mulai menggenang dipelupuk.
"Hahaha. Bego! Kalo seandainya dia nggak ngeliatin Ragil dengan wajah "mupengnya" diswalayan waktu itu, mana mungkin Ragil mau!"
"Hebat Gil! Elo berhasil! Dia cewek ke.. engng, ke berapa Ndre?" saling bersahutan. Melecehkan. Menghina. Mengejek.
"Ke-10!"
Perfect!" seru suara lain.
Ragil mendekatiku, mencoba bersikap manis. Tangannya menyentuh kepalaku, siap mendaratkan bibirnya ke bibirku. Aku melotot, memaksakan diri berlari dari hinaan menyakitkan itu.
Diujung jalan, kulihat Ragil mengejar sambil memanggil namaku.

***

Apa dikehidupan sebelumnya aku pernah melukai hati Ragil? Atau memang.. memang.. bodoh! Aku merutuki diriku sendiri. Baru kusadari Ragil memang cowok yang hanya memanfaatkan rupa bagusnya untuk mempermainkan perasaan. Aku mencoba menghilangkan ingatan tentang insiden yang terjadi malam tadi. Kutatap langit-langit kamar. Mataku sudah membengkak dengan kantung hitam yang menggantung. Menyebalkan! Kya yang sekamar dan tidur disampingku menatap heran, tanpa bertanya. Aku tentu saja tidak menceritakan hal ini padanya. Kadung malu!
Siangnya Ragil datang menemuiku ke rumah. Aku shock. Tidak puaskah dengan perlakuannya padaku tadi malam? Kya dengan seball menghentakkan kaki ke lantai, memberitahuku bahwa Ragil menungguku diluar. Aku berniat menolak, tapi masih terlalu gengsi untuk mengatakan yang sebenarnya pada Kya. Kuurungkan niat itu. Dan kutemui Ragil didepan rumah. Ia tersenyum melihatku. Aku memasang wajah judes, menyambutnya mau tak mau.
"Maaf buat ulah temen-temen aku tadi malem ya!" bujuknya. Tangan kanannya menyodorkan sebuah kotak, tempat sup jagung yang kubawakan untuknya. Mata bundarnya bermain lincah, membuat aku terkesima setiap kali menatapnya. Tapi tidak sejak tragedi malam tadi. Aku diam saja. Mata Ragil terus bermain. Melirik ke arah Kya yang tiba-tiba muncul membawakan kami dua gelas Orange Juice.

***

Tiga bulan berlalu sejak insiden itu. Aku sudah melupakannya dan berjanji pada diriku, tak akan melakukan hal teledor seperti yang kulakukan di swalayan tujuh bulan lalu. Terlalu memperlihatkan bahwa aku tertarik pada cowok yang kulihat! Yaiks, jijik aku mengingatnya. Mengingat betapa Ragil.. Ragil.. huh! Aku sudah mengatakan pada Kya bahwa aku dan Ragil sudah selesai. Berakhir baik-baik. Kya langsung mengerutkan dahi saat aku mengatakannya. Tanpa bercerita karena aku masih merasa malu.
Tapi lagi-lagi aku tercekat saat bulan lalu aku mendengar kabar Kya dan Ragil sekarang dekat. Pengakuan Kya itu membuat darahku surut seketika. Aku yakin, Ragil akan melakukan hal yang sama Kya, seperti apa yang dilakukannya padaku. Lebih tercekat lagi saat dengan keras kepalanya Kya menolak laranganku untuk tetap diam dirumah, tidak menemui lagi cowok itu. kalau bisa selamanya! Selamanya!
Aku baru sadar, kunjungannya ke rumahku saat itu juga adalah salah satu triknya untuk mendekati Kya! Dan aku akan mencegah hal buruk apapun yang akan dilakukan Ragil terjadi pada Kya. Apalagi saat aku melewati jalan sebelum kompleks rumahku, tanpa sengaja aku melihat Ragil bersandar pada sebuah Eterna Hitam Metalik. Disampingnya, cowok yang sempat kutemui malam itu berdiri. Mereka tertawa saat Ragil berkata,
"Iya, adiknya. Gue yakin tu cewek lebih bego dari kakaknya. Dan gue nggak akan pake trik yang sama kayak yang gue lakuin ke si Fira. Gue gagal sama kakaknya, nggak mungkin gue biarin adiknya lolos gitu aja! Kalo seandainya dia nolak apa yang gue mau, ini yang bertindak! Liat aja! Malam ini juga!" Ragil mengacungkan tangan kanannya yang mengepal. Aku tersentak. Segera kularikan motorku secepat kubisa. Ada sesuatu yang nggak beres. Ragil pasti sedang menunggu Kya disini. Sejak mendatangiku ke rumah, Ragil nggak pernah  berani berkunjung lagi.
Sesampainya dirumah, kudapati Kya berdiri didepan cermin. Membubuhkan bedak pada pipi tirusnya. Napasku masih tersengal saat kulempar tas, bertanya basa-basi kemana Kya akan pergi. Kya menjawab polos. Jujur. Lalu aku ceritakan semuanya, sekaligus mencegahnya pergi. Tapi penolakan kerasnya tadi membuatku kalah juga. Kya tidak percaya pada ceritaku. Cerita yang baru kusampaikan sekarang.
“Alibi! Kakak masih suka, kan, sama Ragil?” Kalimat itu tadi membuatku menghela napas dalam-dalam.
Lima belas menit sejak kepergian Kya, aku jadi tersentak. Harus kususul Kya sebelum sesuatu terjadi.

***

"Jangan berani pegang!"
Aku menyergah, keberanianku agak tertantang. Tak akan kubiarkan sedikitpun tangannya melukai perasaan adikku. Cukup aku saja yang merasakannya. Ia melotot garang. Aku balas melakukan itu, bahkan mungkin bisa lebih kasar darinya. Tangan kananku siap menampar pipi-nya. Siap, sungguh siap. Tangan Ragil masih mengepal ke atas, tertuju ke arah Kya yang ketakutan, setengah menjauh. Aku menghentikan motorku, menatapnya galak. Ragil mendengus. Kutarik tangan Kya agar secepatnya menjauh.
"Sekali lagi lo gangguin gue atau adik gue, lo tau akibatnya!" ancamku asal-asalan. Aku tak tahu apakah ancamanku tadi memang benar-benar akan kulakukan, atau hanya gertakanku saja. Pedulilah! Yang penting sekarang aku dan Kya selamat dari makhluk seperti Ragil. Kesal dengan kalimatku, Ragil memasang posisi tangan siap menampar. Kutepis. kupukul telapak tangannya dengan tinjuku. Kemudian aku yang balas menampar pipinya, didepan teman-temannya yang bergerombol itu. Mempermalukannya. Sama seperti yang telah dia lakukan padaku. Berbulan-bulan lalu. Tapi tak akan kubiarkan dia melakukan itu pada Kyara, adikku. ^^





Tidak ada komentar:

Posting Komentar