Minggu, 14 Oktober 2012

The Doll



“Kamu baik-baik aja, Nya?” tanyaku. Kuarahkan mataku kepada Vanya yang masih sesenggukan sambil memeluk lututnya. Airmata jatuh satu-satu, membuat aliran kecil di kedua pipinya yang tembam dan putih bersih. Vanya menengadahkan kepala ke atas sambil mengusap airmata dengan telapak tangannya. Setelah itu ia menarik napas panjang. Tangannya terulur ke arah sebuah tanaman dan memelintir ujung daun. Begitulah Vanya. Vanya dan keadaan hatinya yang tidak baik.
“Lagi-lagi, cewek lagi!” gerutu Vanya. Kali ini ia meremas ujung daun sampai beberapa helai daun dari tanaman itu berguguran tak berbentuk.
“Ha, kali ini, cewek yang mana lagi?” pertanyaanku terhenti ketika dari arah pintu muncul sosok seorang cowok dengan T-shirt hijau tosca-nya. Jeans hitam dan kacamata kotak menambah cool penampilannya. Tapi apa yang bisa dilihat dari dia, sih, selain wajah tampan dan hartanya? Hatinya NOL besar, aku tahu itu. Aku yang jadi saksi atas perjalanan cintanya sebelum dengan Vanya! Sebelum aku mendarat dirumah ini dan jadi teman setia gadis manis ini.

“Maafin aku sayang..” Satya memeluk Vanya dari belakang. Mau muntah aku melihatnya. Ia mengecup puncak kepala Vanya yang sedang memejamkan mata. Biar kutebak, pasti sebentar lagi Vanya akan mengatakan, “gak ada yang perlu di maafin.”
Kulihat Vanya masih memejamkan matanya. Ia seolah menikmati kecupan ‘palsu’ yang didaratkan oleh Satya, sebelum akhirnya menoleh dan bergumam.
“Iya, aku maafin kamu. Tapi jangan ulang lagi.” Satya tersenyum. Mereka berdua berpelukan sementara aku hanya bisa mengernyitkan dahi. Antara tidak suka dan aneh melihat Vanya yang berulangkali jatuh dikesalahan yang sama. Hey, kamu kan bukan keledai, Nya!
Oke, biar aku bercerita.
Sebelum aku menemani Vanya di rumahnya yang mungil tapi nyaman dan bersih ini, aku pernah berlabuh di berbagai tempat. Rumah gadis lain yang sama manisnya seperti Vanya. Tambahan : juga sama-sama bodoh! Ups, maaf aku harus bilang begitu. Iya, karena kalau aku hitung-hitung, Vanya tidak lagi masuk ke dalam daftar 10 gadis yang pernah dikencani Satya. Satya sudah memiliki... ah, aku lupa berapa puluh gadis yang pernah dicuri hatinya oleh Satya. Aku memang selalu berpindah-pindah tempat. Tapi tak pernah lebih dari 2 bulan. Setelah lewat dari masa itu, para gadis selalu sedia mengembalikan aku pada Satya. Lalu Satya akan ‘menitipkanku’ pada gadis lain yang baru. Dan begitu seterusnya. Seperti lingkaran setan yang tidak pernah berakhir.
Tapi aku sudah tiga bulan berada di rumah ini, dan entah kenapa aku merasa nyaman di sini. Tidak seperti gadis-gadis lain yang hanya mendekatiku ketika mereka ingat padaku, Vanya bahkan selalu menceritakan semuanya padaku. Aku merasa aku berguna disini, setidaknya untuk mendengarkan cerita.
“Jadi, siapa cewek itu?” nah, Vanya sudah tidak sesenggukan lagi. Mata beningnya mulai memerah dan ia mengangkat wajah. Menatap Satya dengan tatapan menantang yang meneduhkan. *ha?
“Dia teman SMA-ku. Oke, dulu aku memang pernah jalan sama dia, tapi gak lama. Yang tadi itu kami kebetulan ketemu dan yah... reunian!” Vanya agak menghela nafas panjang. Entah itu alasan ke berapa ratus ribu yang ia lontarkan. Sebelum-sebelumnya ia juga mengatakan hal yang sama kalau kepergok jalan dengan gadis lain. Tapi, kalau biasanya gadis-gadis itu langsung ambil tindakan, Vanya tidak. Ia memilih percaya pada Satya dan berpura-pura tidak menyimpan perasaan apapun setelah Satya meminta maaf padanya. Tapi, hey! Aku tahu Vanya. Aku benar-benar jadi tempat ia menumpahkan semuanya. Vanya hanya terlalu lemah dihadapan Satya. Dia benar-benar menyukai Satya.  Diantara semua gadis, Vanya lah yang paling lemah dan paling sabar. Juga yang paling mampu bertahan lebih dari dua bulan. Ini keajaiban untukku yang biasanya mendiami sebuah rumah tak kurang dari 2 bulan. Padahal ia bisa saja memutuskan cowok itu dan menerima cowok-cowok yang banyak mendekatinya, tapi ia lebih memilih bertahan sampai ia benar-benar tidak bisa, mungkin. Sebenarnya aku ingin memberi tahu Vanya bahwa Satya bukan tipe cowok yang patut dipertahankan. Buktinya aku! Kalo Satya memang cowok setia, aku pasti masih akan menetap disatu rumah saja. Betul kan? Memang menyebalkan rasanya dijadikan ‘piala bergilir’ seperti aku ini. Untungnya, tubuhku tidak rusak. Aku masih terlihat cute saat Satya menjemput dan mengantarku ke beberapa gadis. Tentu saja! Mereka tidak pernah menyentuhku seperti Vanya.
Aku sudah terlampau sering memberitahu Vanya tentang ini, tapi Vanya tidak mengerti. Dan sepertinya memang tak akan pernah mengerti.

***

Seminggu berlalu.
Sore ini Vanya pulang dengan wajah paling manisnya dan langsung menghampiriku. Menciumku dengan kecupan hangat yang membuatku semakin betah berada di sini. Ah, mudah-mudahan dengan gadis semanis Vanya, Satya bisa berubah dan aku bisa tetap berada di sini. Aku lelah harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain terus.
“Semoga semuanya gak bener ya Mi. Hari ini gue minta tolong sama Safti. Lo tau, kan? Gue kemarenan baru denger kabar gak enak lagi dan kalo dipikir-pikir, lama-lama gue capek juga dimainin terus sama tu cowok, walaupun gue tau gue suka banget sama dia.” katanya sambil memelukku. Aku tidak mengerti apa maksudnya, tapi aku merasa nyaman. Saking nyamannya, aku hanya mampu tersenyum diam-diam sampai beberapa menit kemudian, bunyi ‘biip.. biip’ terdengar. Vanya buru-buru merogoh saku jeans-nya. Ia mengerutkan dahi semenit kemudian. Masih diam, lalu menghela napas. Sepuluh menit berlalu sebelum akhirnya...
“Satyaaa, ternyata emang cowok b******k!” gumamnya tertahan. Raut wajahnya terlihat menahan kesal. Senyumnya mulai memudar. Vanya sangat marah.
“Kenapa lagi Satya kamu itu? Berapa kali sih harus aku jelasin kalo Satya-mu itu gak ada penting-pentingnya buat kamu pikirin? Udahlah, putusin dia! Tapi... tapi jangan lepasin aku..” Vanya menarik napas. Lalu,
“Gue harus temuin dia langsung! Ini bukan yang pertama kalinya dan yang paling bikin gue naik darah! Gue janji ini yang terakhir kali. Janji!  Kalo kebukti dia salah dengan mata kepala gue sendiri, gue gak mau bertahan lagi. Baru juga bikin seneng! Kenapa sekarang ada berita gak enak lagi? Lama-lama gue capek..untung gue jebak dia diwaktu yang tepat” waw! Aku baru pertama kalinya mendengar Vanya berkata seserius itu walaupun Vanya belum menceritakan tentang misi penjebakan itu padaku. Dalam hati aku senang, tapi tiba-tiba... yah, sebentar lagi aku harus meninggalkan rumah ini dan berpindah ke tempat lain.

***

“Nya.. Nya... dengerin dulu! Yang kamu liat gak kayak yang kamu pikirin!” aku mendengar suara Satya berteriak didepan halaman. Nadanya memohon.
“Gue capek ngadepin elo Ya! Berapa puluh kali dalam tiga bulan ini lo ngeluarin kata maaf? Maaf tanpa perubahan gak ada guna sama sekali! Kalo seandainya gak ada yang kirim foto elo dengan cewek itu dan kirim gue info lewat BBM, mungkin gue masih bisa nerima kata maaf lo. Tapi enggak sekarang. Sorry, kita putus!” kata Vanya tegas. Aku sudah merasakan sesuatu yang tidak enak menyentuh bahuku. Sebentar lagi aku harus pergi dari sini, batinku frustrasi. Tapi memang bagus Nya. Untuk apa kamu nangisin cowok kayak Satya? Diluar sana banyak yang mau dengan kamu. Cuma kamu terlalu sibuk mikirin Satya-mu yang gak ada apa-apanya itu!
“Dan ngapain lo ngikutin gue sampe ke rumah? Pulang lo!”
“Nya, please percaya gue. Gue bisa jelasin. Dia itu...”
“Dia itu apa? Temen sekolah lo? Temen les? Temen kampus? Temen masa kecil? Simpen aja penjelasan lo itu sendiri!”
Vanya berlari ke dalam kamar setelah menyentak kasar, “tunggu di sini!” ia membanting pintu keras-keras, lalu mengambil beberapa barang yang tergeletak di meja belajarnya dan menatapku. Aku balas menatapnya dengan tatapan memohon.
“Kamu gak akan ngembaliin aku ke Satya, kan? Pliis, aku mau sama kamu aja di sini.” Vanya menghela napas.
“Mi, kamu sama aku aja di sini ya?” Aku ikut menghela napas dan mulai menyunggingkan senyum. Satya? Pedulilah mau kamu apakan Satyamu itu, Nya!
Vaya keluar kamar lagi.
“Ambil semua barang-barang lo! Tapi Mimi tetep gue simpen. Oya, satu yang harus gue kasih tau ke elo! Kalo mau ngasih barang ke cewek, jangan kasih mereka barang bekas. Apalagi digilir kayak boneka Teddy Bear lucu itu! Mimi tetep milik gue. Dan asal elo tahu, cewek yang barengan elo di kafe tadi, temen SMA gue. Belum pernah dia ikut kursus bahasa inggris. Ngerti??” Aku tidak tahu, dan tidak akan pernah ingin tahu kenapa baru terpikir sekarang oleh Vanya untuk menjebak Satya seperti ini, dan darimana ia mendapatkan ide seperti itu?
Pfiuhhh.. tapi aku gak peduli. Yang penting aku tetap disini dengan Vanya. Akhirnya aku hanya menetap disatu tempat. Tak akan berpindah lagi. Dan tak akan jadi boneka bergilir lagi. Aku akan jadi si pendengar setia yang hanya milik Vanya.Walaupun hanya sebuah boneka, tapi aku juga punya perasaan. ***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar