Sabtu, 31 Maret 2012

Sekilas Tentangmu, Hujan


Diam dan tetap dengarkan aku. Jangan sela aku, apalagi berkomentar.

Kalau kamu dengar instrumental ini, kamu juga akan ikut merasakan apa yang aku rasakan. Tentang hujan. Hujan dan cerita tentangnya. Ini nyata. Kali ini aku menuliskan sesuatu yang nyata tentang hujan. Tentang dia yang setia mendengarkan setiap butiran kata yang keluar dari mulutku. Tentang dia yang tahu semua ceritaku, bahkan yang tidak sempat aku sampaikan padanya. Malam ini aku merindukanmu, hujan..

Dulu, aku begitu kesal setiap kali mendengar suaramu turun dari langit. Aku akan kuyup. Aku harus segera mandi dan berganti pakaian. Aku harus berdiri di sisi untuk menghindarimu. Aku dan semua yang kubenci tentangmu. Hujan membuat banjir, banjir menyulitkan semua orang. Hujan juga yang mengundang petir, petir yang membuat kaget setiap telinga. Apa yang harus kusukai darimu??


Tapi kini, keadaan berbalik. Kamu malah jadi sosok yang paling kutunggu-tunggu, apalagi ketika sepi itu mulai menyapaku. Merayap perlahan dan bertengger tanpa izin dikepalaku. Tanpa aku sadari, kecipakmu menciptakan sejuta ketenangan yang sama sekali tidak aku sadari. Wujudmu yang berupa paku-paku air begitu nyata aku pandangi. Sejuk. Dinginmu membawa semilir angin yang meredupkan setiap 'kepanasan' yang membakar. Suaramu itu salah satu dari sekian nyanyian alam yang paling merdu. Dan ketika aku ingin menjadi bagian darimu, aku tinggal berlari ke tengah-tengah paku-paku itu, menengadahkan kepala ke atas langit, lalu bergumam, "hai hujan, kau tidak dendam padaku, kan? Aku dulu pernah membencimu. Aku dulu pernah tidak menyukaimu. Tapi itu dulu.. sebelum aku kehilangan sosok yang begitu mencintaimu!"

Semua bermula dari sini..
Kamu mengguyur bumi saat aku masih berada diperjalanan menuju rumah bersama seseorang yang sangat berarti bagiku. Pulang. Ketika hendak memulai perjalanan, kamu memang masih dalam bentuk gerimis. Tapi lama-lama, seolah tahu bahwa aku tidak menyukai kehadiranmu, kamu kirimkan berjuta-juta paku air yang menembakku langsung dari langit. Aku menggerutu sebal, tapi sosok yang berada didepanku malah tertawa. Tertawa bersamamu, mungkin.

"Enak ya, hujan-hujanan begini. Berasa balik jadi anak kecil," saat itu, tidak ada keinginan sama sekali untuk bergurau bersamanya tentangmu. Aku malah merutukimu, berharap kamu segera enyah dari bumi. Dan dia, malah dengan sengaja melempar jas hujanku. Membiarkan air-air itu meresap ke dalam baju, membasahi badan, bahkan... ya.. bahkan lambat laun aku mulai kepalaku mendingin. Tidak sepanas saat aku menyadari kamu mulai turun.

"Hujan, seneng rasanya aku bisa nikmatin kamu di sini, dengan orang yang paling berharga di hidup aku. Aku masih bisa lihat wajah kesalnya, masih bisa mencubit pipi tembamnya gemas, dan yang terpenting, aku masih bisa bersamanya denganmu sekarang.." aku melongo! Gila.. makhluk seperti apa yang bisa bicara dengan hujan??

"Kamu kenapa?" aku bertanya penasaran. Dia menatapku, lalu berkata,

"Kalo ada apa-apa, cerita sama hujan. Ngng, gak usah sampe cerita kalo kamu emang masih kesulitan. Pandangi aja dia. Lama-lama, perasaanmu bakal membaik. Beneran, deh. Coba, denger suaranya aja udah bikin kepala tenang. Iya nggak?" aku masih tidak mendengarkan kata-katanya. Saat itu, aku basah kuyup, kedinginan karenamu! Dan aku hanya ingin segera pulang untuk bertukar pakaian.

"Kamu aneh!"

"Memang aneh, tapi ini nyata. Aku lebih suka cerita sama hujan. Dia bisa ngerti apapun tanpa aku ceritakan. Dia bisa kasih solusi yang bahkan orang2 gak bisa kasih tau."

Itu terakhir kalinya aku menikmatimu bersamanya, hujan.
Seminggu setelah hari itu, kami tidak bertemu dan ajaibnya... kamu tidak pernah datang. Oke, baiklah. Aku senang karena aku tidak harus repot-repot membawa payung, bahkan memakai jas hujan untuk menghindarimu. Tapi kemudian, dia pergi jauh.. kupikir akan kembali. Tapi semakin lama, lama, lama, sampai empat tahun berlalu dia tidak juga datang padaku. Sebulan setelah kepergiannya, aku mulai mencoba berdamai denganmu dan menikmati setiap tetes air yang turun. Lama, lama dan semakin lama, aku semakin tahu bahwa.... yah, setidaknya kamu bisa mengobati ketika rindu itu tiba-tiba menyerbu. Aku bicara sepatah, satu kalimat, sampai kemudian akhirnya aku akrab dengan suaramu. Akrab dengan sosokmu, dan dengan seluruhnya tentangmu. Aku akan jadi orang pertama yang berteriak senang ketika kamu mulai datang padaku, mencium tanahku dengan rintik-rintikmu. Jika tidak bergabung bersamamu diluar, aku akan dengan senang hati menatapmu didalam, berbicara denganmu melalui hati.

Tapi sudah nyaris seminggu ini aku tidak mendapatimu lagi. Ke mana dirimu? Aku mulai rindu. Tidak... bukan pada sosok yang menghilang empat tahun tanpa kabar. Karena kini aku mulai bisa menerima bahwa pada kenyataannya... dia memang sudah terlalu jauh pergi. Akan memakan waktu yang sangat lama jika dia memang akan kembali lagi padaku. Aku rindu hujan. Yang biasa menemaniku. yang biasa mendengarkan aku, bahkan ketika aku tidak bicara. dan yang setia menghiburku dengan senandung alamnya yang merdu. Malam ini, aku benar-benar merindukanmu, hujan!!


efek nggak bisa tidur ni --"
23 : 45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar